PENDAHULUAN
“Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil
perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan
curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena
persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah”
Itu
merupakan pengaturan mengenai persaingan usaha
tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan
hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan
teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai
kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus
kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia
ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data
Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah
Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Persaingan Usaha tidak sehat terjadi apabuila kondid persaingan
usaha menhjadi terhambat . Perilaku pelaku usaha yang dapat menimbulkan
hambatan-hamabtan persaingan usaha diatur dalam Pasal 4 samapai 14 dan Pasal 17
sampai 28 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Paraktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Anti-Monopoli) Indonesia. Jadi, perumusan suatu definisi
persaingan usaha yang tidak sehat sebetulnya tidak diperlukan, karena banyak
faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menetapkan kondisi persaingan usaha
yang tidak sehat. Sementara itu, Pasal 1 Angka 6 dirumuskan terlalu se,pit.
Kalau definisi ini digunakan sebagai rujukan, maka UU Anti-Monopoli Indonesia
hanya menjangkau persaingan usaha antara pelaku usaha dalam pemasaran barang
dan jasa tertentu yang dilakukan secara tidak jujur atau melawan hukum saja.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga dapat memberikan peringatan kepada
pelaku usaha yang memberikan keterangan-keterangan atau iklan yang
menyesatkan/merugikan kosnumen, seperti ” Pemberian potongan harga” yang
ternyata adalah Harga lama. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara tidak
jujur adalah adaptasi istilah Gesetz gegen den unlauteren Wettbewerb (UU Anti
Persaingan Usaha Tidak Jujur). UU semacam ini di Indonesia belum dikenal.
Padahal UU seperti ini sangat penting dalam mendukung sistem ekonomi pasar. UU
Anti Persaingan Tidak Jujur mengatur ketentuan-ketentuan dalam hubungan bisnis
yang dilakukan secara subyektif oleh para pelaku.
Kartika Sari, Elsi.,
Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=175592
Tidak ada komentar:
Posting Komentar