Minggu, 22 April 2012

SEJARAH HUKUM DIINDONESIA



PENDAHULUAN
            Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
PEMBAHASAN
Sejarah Hukum di Indonesia
1.         Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.

a.            Periode VOC

b.           Periode liberal Belanda

c.            Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang

2.         Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a.         Periode Revolusi Fisik

Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b.         Periode Demokrasi Liberal

UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional
3.       Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a.         Periode Demokrasi Terpimpin

Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b.         Periode Orde Baru

Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.       Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
DAFTAR PUSTAKA
www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/index.php?option...gid..
mages.flowst.multiply.multiplycontent.com/.../...


Etika dan Moral jika sebuah perusahaan melanggar hukum tentang sertifikasi halal


Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. maka dari itu setiap perusahan makan/mnuman wajib mencatumkan logo halal pada kemasan setelah dapt persetujuaan dari MUI apakah layak atau  tidak makanan tersebut halal. Jika sebuah perusahaan melanggar hukum mengenai sertifikasi halal tersebut maka perusahaan tersebut akan dijerat dalam UUD tentang tidak mencantumkan logo halal. dan makanan/minuman yang diproduksi kemungkinan tidak layak untuk dikonsumsi. Maka dari itu Bagi pelaku usaha yang ingin produknya laku dipasaran yang mayoritas konsumennya muslim, maka akan mendaftarkan dengan sendirinya sertifikat dan label halal, hal yang tidak kala pentingnya adalah pelaku usaha harus beritikad baik dalam memberikan informasi tentang komposisi produk yang mereka produksi dan distribusikan di pasaran. Karena Labelisasi halal merupakan rangkaian persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh pelaku usaha yang bergerak dibidang pengolahan produk makanan dan minuman atau diistilahkan secara umum sebagai pangan. Pangan (makanan dan minuman) yang halal, dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya supaya dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di luar negeri   

Pengakuan Hak Hukum Kebendaan atas Hak Milik


PENDAHULUAN
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Tujuan perlindungan hukum atas HaKI tersebut dimaksudkan untuk memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara  ciptaan / penemuan yang merupakan hasil karya intelektual manusia dengan si pencipta/ penemu atau pemegang hak dengan pemakai yang mempergunakan hasil karya intelektual tersebut. Adanya kejelasan hukum atas kepemilikan HaKI adalah merupakan pengakuan hukum  serta pemberian imbalan yang diberikan kepada seseorang atas usaha dan hasil karya kreatif manusia yang telah diciptakan atau ditemukan.

PEMBAHASAN
            Mengingat HaKI merupakan asset bisnis yang merupakan bagian integral dari suatu strategi  bisnis yang tengah mendunia dewasa ini, maka membahas HaKI tidak lagi dapat dipisahkan dengan persetujuan pembentukan WTO di mana TRIPs atau Trade Related aspect of Intellectual Property including Trade in counterfeit goods merupakan salah satu hasil perjanjian Putaran Uruguay atau Uruguay Round yang diadakan pata tahun 1994 di Marakesh, Maroko.
       Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi  hasil Putaran Uruguay tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia di mana pada lampiran I C Persetujuan Pembentukkan Organisasi tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HaKI.
       Salah satu tujuan dari TRIPs seperti yang dikemukakan dalam  pasal 7 Persetujuan TRIPs adalah :
perlindungan dan penegakan hukum HaKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan.
Pemerintah Indonesia telah mengundangkan beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan HaKI, yaitu :
1.      Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentqng Hak Cipta.
2.      Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Paten.
3.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan aatas Undang-
     Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI ''bersifat teritorial'', pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.

Ruang lingkup dan obyek HaKI.
Hak atas kekayaan intelektual pada dasarnya merupakan hak milik yang
timbul/diperoleh dari  hasil karya, karsa dan cipta dengan memakai kemampuan intelektualya, maka wajar dan sudah pada tempatnya bila mereka ini diakui sebagai pihak yang berhak menguasai hasil penemuannya. Demikian juga karya-karya yang dihasilkan manusia termaksud dalam cakupan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra juga dimungkinkan dilindungi berdasarkan hukum HaKI. Mengingat jenis dan lingkup penemuan dapat termasuk dalam cakupan yang berlainan, maka perangkat peraturan perlindungan hukum HaKI juga dibeda-bedakan guna mempermudah menemukan di mana  jenis hasil penemuan itu diaturnya.
      Pembagian jenis atau kelompok tersebut adalah :
1.      Pembagian  berdasarkan  Konvensi Pembentukan   WIPO  (Convention
     Establishing the World Intellectual Property Organization).
2.      Pembagian berdasarkan Lampiran Kesepakatan Pembentukan WTO atau
Agreement Establishing the World Trade Organiztion.
 Ad. 1. Pembagian berdasarkan WIPO ada dua kelompok, yaitu :
a.       Hak cipta atau Copyrights.
b.      Hak milik industri atau industrial property , yang terdiri dari ;
1). Paten.
2). Merek.
3). Desain produk industri.
4). Penanggulangan persaingan curang.
 Ad. 2. Pembagian berdasarkan WTO hak atas kekayaan intelektual dapat dirinci
           menjadi beberapa  jenis, yaitu :
            1). Hak cipta dan hak-hak yang terkait lainnya.
            2). Merek.
            3). Paten.
            4). Indikasi geografi.
            5). Lay out dari integrated circuit .
            6). Perlindungan terhadap indisclossed information.
            7). Pengendalian terhadap praktek-praktek yang tidak sehat dalam
                 perjanjian kreasi.
      Selanjutnya menurut Dicky R.Munaf cakupan HaKI meliputi ;
       a). Hukum Milik Perindustrian yang meliputi :
            -  Paten.
            -  Informasi Rahasia.
            -  Hak Pemulia Tanaman
            -  Rancangan Industri.
            -  Denah Rangkaian.
            -  Merek.
       b). Hak Cipta.
Obyek hak cipta adalah karya seseorang di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan adalah setiap hasil karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya sebagai ciptaan seseorang  atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi. Maksud dalam bentuk yang khas ialah karya tersebut harus telah selesai diwujudkan sehingga dapat dilihat, dibaca atau didengar. 
Perlindungan hak cipta meliputi karya-karya yang berupa buku, ceramah, musik, seni lukis, karya rekaman suara, seni patung, program komputer dan sebagainya (vide pasal 11 UUHC). Perlindungan hukum hak cipta  ada/ timbul bukannya karena pendaftaran melainkan karena pengumuman pertama kali. Menurut  Emawati Yusuf  hak cipta perlindungannya diperoleh secara otomatis. Akan tetapi untuk paten, merek dagang dan desain industri haknya diperoleh melalui pendaftaran pada Direktorat Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual.
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendaftaran untuk suatu ciptaan tidak wajib atau bukan merupakan suatu keharusan, namun demi kepentingan si pencipta atau penerima hak cipta, mereka ini dianjurkan untuk mendaftaran  ciptaannya. Keuntungan mendaftarkan ciptaannya adalah untuk dipergunakan sebagai alat bukti manakala dikelak kemudian hari timbul suatu sengketa.  

PENUTUP
            HAKI merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. yang tak lain adalah  karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia jika karya kita ingin disewa ataupun dipinjam maka HAKI (hak paten)perlu di cantumkan.

DAFTAR PUSTAKA
Munaf, Dicky R, 2000, Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu PengD etahuan dan Teknologi Nasional 
    2000 –2004, (Fokus Sentra Paten – Oleh Paten),D ept. Diknas, Dirjen Dikti –Dirbinlitabmas, Jakarta,
     hal. 13.
Yusuf, Emawati, 2000, Penataran dan Lokakarya Gugus HaKI, Dept. Kehakiman dan Hak Asasi Manu
   sia RI, Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, hal. 7

lemlit.ugm.ac.id/makalahhki/Eksistensi.doc

REKOMENDASI TULISAN HALAL DAN JANGKA WAKTUNYA


PENDAHULUAN
Label adalah setiap keterangan mengenai barang yang dapat berupa gambar, tulisan atau kombinasi keduanya atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang disertakan pada produk, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan.
Label memiliki kegunaan untuk memberikan infomasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai barang yang diperdagangkan. Dengan adanya label konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, isi, kualitas mengenai barang / jasa beredar dan dapat menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa.

PEMBAHASAN
Peraturan Menteri Perdagangan No.62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang (Permendag No. 62/M-DAG/PER/12/2009). Sedangkan pengaturan mengenai label pangan diatur dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) yang  mengariskan bahwa label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan.
Setiap produsen yang mengajukan sertifikat halal bagi produknya harus melampirkan:
spesifikasi dan sertifikat halal bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta bagan alih proses. sertifikat halal atau surat keterangan halal dari MUI Baerah (produk lokal) atau sertifikat halal dari lembaga Islam yang telah diakui oleh MUI (produk impor) utnuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya. Sistem Jaminan halal yang diuraikan dalam Panduan Halal beserta prosedur baku pelaksanaannya.
Persyaratan tersebut kemudian diperiksa dengan melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi produsen. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium akan dievaluasi dan jika telah memenuhi persyaratan maka akan diajukan ke Sidang Komisi Fatwa MUI untuk ditetapkan status kehalalannya. Sertifikat halal akan dikeluarkan oleh MUI, setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa.
Produsen atau importer yang telah memperoleh sertifikat halal wajib mencantumkan lebel halal pada kemasan produknya yang dicantumkan nomor sertifikat dan tulisan halal dengan huruf arab dan huruf latin serta dibuat dalam bentuk yang tidak mudah rusak dan tidak dapat dipalsukan, serta dalam ukuran tertentu
Sertifikat halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk yang merupakan keputusan sidang Komisi Fatwa MUI berdasarkan proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI.

JANGKA WAKTU LABEL/SERTIFIKASI HALAL
Jangka waktu pemberlakuan sertifikat halal dari Lembaga Sertifikat (Lembaga Pemeriksa) bagi Produsen hanya berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperbarui untuk jangka waktu yang sama sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali untuk daging impor, sertifikat halal hanya berlaku untuk setiap kali pengapalan.
Setelah masa 2 (dua) tahun selesai, maka akan diadakan pemeriksaan ulang kembali. Sertifikat halal dapat dicabut oleh Lembaga Pemeriksa apabila produsen atau importir pemegang sertifikat halal tersebut melakukan pelanggaran di bidang pangan halal. Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat halal tersebut Lembaga Pemeriksa (LP POM MUI) akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.
Satu bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus mendaftar kembali untuk mendapatkan sertifikat tahun berikutnya. Produsen yang tidak memperbaharui sertifikat halal, maka untuk tahun itu produsen tidak diizinkan lagi untuk menggunakan label halal berdasarkan sertifikat yang tidak berlaku dan akan diumumkan di berita berkala LP POM MUI. Pada saat berakhir masa berlakunya sertifikat halal, produsen harus segera mengembalikan sertifikat halal yang dipegangnya kepada MUI.
Dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan penandaan kehalalan produk mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia sekaligus sebagai strategi menghadapi tantangan globalisasi dengan berlakunya sistem pasar bebas dalam kerangka ASEAN - AFTA, NAFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization). Sistem perdagangan internasional sudah lama mengenal ketentuan halal dalam CODEX yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh antara lain WHO, FAO, dan WTO. Negara-negara produsen akan mengekspor produknya ke negara-negara berpenduduk Islam termasuk Indonesia. Dalam perdagangan internasional tersebut label/tanda halal pada produk mereka telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar yang memperkuat daya saing produk domestiknya di pasar internasional.

PENUTUP
Pentingnya logo halal dalam suatu kmasan karena dinegara indonesia mayoritas penduduknya muslim oleh kareena itu sertifikasi halal sangat penting pada makanan/minuman atau juga kosmetik. karena MUI menyarankan kepada produsen untuk mencantumkan logo halal setelah produknya diperiksa dan dinyatakann halal.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mediasriwijaya.com/2012/04/label-halal-antara-syariah-politik-dan.html